Bulan September telah menjadi simbol kelam bagi Indonesia, membawa serangkaian peristiwa tragis yang mengukir luka mendalam dalam sejarah bangsa. Berikut adalah linimasa dari tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dikenal sebagai “September Hitam”
Deretan Kasus Pelanggaran Hak
Asasi Manusia :
1. Pembantaian 1965-1966
Pada September 1965, Indonesia mengalami salah satu tragedi paling mengerikan dalam sejarahnya. Setelah gagalnya Gerakan 30 September, sekitar setengah juta orang yang dicurigai sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dibunuh secara massal. Kekerasan ini meninggalkan luka yang mendalam pada bangsa, dan hingga kini, banyak korban serta keluarganya masih belum mendapatkan keadilan.
2. Tragedi Tanjung Priok - 12
September 1984
Pada 12 September 1984, kerusuhan besar terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Bentrokan antara massa dan aparat keamanan menyebabkan setidaknya 33 orang tewas. Peristiwa ini diakui sebagai salah satu pelanggaran HAM berat, namun upaya penyelesaian kasus ini belum sepenuhnya memuaskan banyak pihak, terutama korban dan keluarganya.
3. Tragedi Semanggi II - 24
September 1999
Tragedi Semanggi II terjadi ketika aparat keamanan bertindak represif terhadap para demonstran yang menuntut reformasi politik. Unjuk rasa yang diadakan di kawasan Semanggi, Jakarta, berujung pada kematian sejumlah mahasiswa. Meski telah berlalu dua dekade, kasus ini masih menjadi bagian dari daftar panjang pelanggaran HAM yang belum tuntas.
4. Pembunuhan Munir Said Thalib -
7 September 2004
Aktivis HAM Munir Said Thalib diracun dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam pada 7 September 2004. Munir dikenal sebagai suara vokal yang menentang kekerasan dan ketidakadilan. Kasus pembunuhan ini menyulut kemarahan publik, terutama karena dugaan keterlibatan aparat negara. Hingga saat ini, keadilan bagi Munir masih terabaikan.
5. Pembunuhan Salim Kancil - 26
September 2015
Salim Kancil, seorang petani yang memperjuangkan lingkungan di Lumajang, Jawa Timur, dibunuh secara brutal oleh sekelompok orang yang terkait dengan bisnis tambang pasir ilegal. Tragedi ini menggambarkan bagaimana para aktivis yang memperjuangkan keadilan lingkungan sering kali menjadi korban kekerasan tanpa perlindungan hukum yang memadai.
6. Reformasi Dikorupsi - 23-30
September 2019
Serangkaian demonstrasi besar
terjadi pada akhir September 2019, dikenal dengan sebutan "Reformasi
Dikorupsi". Aksi ini menolak pengesahan undang-undang yang dinilai
mengancam keberlanjutan pemberantasan korupsi di Indonesia. Lima demonstran tewas
akibat bentrokan dengan aparat keamanan, menambah daftar korban dalam
perjuangan menegakkan keadilan di negeri ini.
Tindak Kekerasan di Indonesia Telah Menjadi Hal yang Normal?
Meski berbagai peristiwa
pelanggaran HAM terus terjadi, penegakan hukum yang tegas dan adil sering kali
tersendat. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa kekerasan dan pelanggaran HAM
merupakan sesuatu yang “biasa” terjadi di Indonesia, seolah tidak ada konsekuensi
nyata bagi pelakunya. Kegagalan pemerintah dalam menuntaskan kasus-kasus ini
menandakan lemahnya komitmen terhadap hak asasi manusia, dan ironisnya,
normalisasi kekerasan terus berulang.
Dalam berbagai kasus, termasuk
pembantaian 1965-1966, Tragedi Tanjung Priok, dan pembunuhan Munir,
keterlibatan aparat negara sering kali diperdebatkan. Namun, alih-alih mengusut
tuntas, negara terkesan abai atau bahkan terlibat dalam menutupi kebenaran. Ini
menunjukkan bahwa taring hukum di Indonesia telah menjadi tumpul di hadapan
kekuasaan, sehingga rakyat sering kali harus berjuang sendiri untuk mencari
keadilan. Hal ini menjadi bukti, betapa lemahnya hukum di Indonesia.
Upaya rekonsiliasi terhadap berbagai pelanggaran HAM masa lalu masih belum cukup kuat. Penyelesaian non-yudisial sering kali hanya menjadi bentuk pengabaian hak-hak korban, dan tidak memberikan keadilan yang diharapkan. Masyarakat sipil dan aktivis HAM terus mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM ini dengan transparansi dan akuntabilitas penuh.
Setiap peringatan September Hitam
adalah pengingat bahwa sejarah kelam ini tidak boleh terlupakan. Korban-korban
yang gugur karena kekerasan dan pelanggaran HAM menuntut keadilan yang belum
tiba. Tugas kita sebagai masyarakat bukan hanya mengenang, tetapi juga terus
mendesak agar kebenaran terungkap dan keadilan diwujudkan. Tanpa upaya ini,
kita membiarkan luka sejarah tetap terbuka dan memberi ruang bagi kekerasan
untuk terus berulang.
0 Comments