Keterkaitan Kasus Korupsi Mantan Gubernur Maluku Utara Dengan Bobby Nasution

Abdul Ghani Kasuba Foto : bikinberita.com


Abdul Ghani Kasuba ditetapkan menjadi tersangka kasus suap pengurusan izin usaha pertambangan di Halmahera. Kasus suap ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di salah satu Hotel Jakarta Selatan pada Senin 18 Desember 2023. Di  dalam operasi tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 725 juta. Kasus suap mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) menarik banyak atensi publik ketika membawa nama Bobby Nasution, Wali Kota Medan sekaligus menantu Presiden Joko Widodo.

Suryanto Andili (Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara) dalam tempo bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap Abdul Ghani Kasuba di PN Ternate pada Rabu, 31 Juli 2024. Suryanto bersaksi bahwa ada istilah kode ‘Blok Medan’ dalam pengurusan izin tambang yang disinyalir berguna untuk melancarkan perijinan usaha pertambangan milik Bobby Nasution. Abdul Ghani Kasuba memperkuat pernyataan tersebut dan berkata bahwa kode Blok Medan digunakan untuk perizinan tambang di Halmahera yang dimiliki istri Wali Kota Medan yaitu Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi.

Harta, Tahta dan “Cinta’

Sisi kelam kasus mantan Gubernur Maluku Utara tak berhenti sampai disana, terdakwa kasus gratifikasi sejumlah 109,7 miliar ini disebut sering membawa perempuan ke hotel selama menjabat. Eliya Gabriana Bachmid, Anggota DPRD Kabupaten Halmahera Selatan, menjadi perantara Abdul Ghani dan perempuan yang ingin dibawa ke hotel. Jika Eliya ditugaskan untuk mengantarkan perempuan-perempuan ini ke kamar Abdul Ghani, Eliya akan menghubungi ajudan dahulu atau Abdul Ghani langsung dengan kode ‘Ayu’ atau ‘Cinta’. Setelah sinyal diterima, Eliya akan menunggu di luar hotel. Peristiwa ini biasanya menghabiskan waktu selama 1-2 jam dan setelah itu Eliya sering diminta untuk memberikan uang ke perempuan-perempuan tersebut sebesar Rp 10 juta sampai Rp 50 juta, selanjutnya pengeluaran tersebut akan diganti oleh Abdul Ghani. Jika dikalkulasikan, semua biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan perempuan ayu nan cantik ini berkisar sekitar Rp 3 miliar. Sayangnya perempuan-perempuan yang menemui Abdul Ghani tidak terlacak dikarenakan handphone Eliya hilang pada Januari 2024 setelah pulang Umrah.

Politik Transaksional Adalah Budaya Kita?

Politik transaksional di panggung politik Indonesia sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah, mulai dari suap menyuap, jual beli jabatan untuk kepentingan pembagian proyek dan memperluas atau memperkuat kekuasaan. Hal seperti ini tampaknya telah menjadi "budaya" di negeri kita, masyarakat sudah mulai bosan dan tidak terkejut lagi dengan tontonan tentang pemangku kekuasaan melakukan suap menyuap untuk memperlancar kepentingan golongan tertentu. Padahal politik transaksional  yang berlangsung dalam suatu negara sangatlah berbahaya karena mengakibatkan seluruh kebijakan yang diambil didasarkan pada kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, bukannya untuk kepentingan bersama untuk bangsa.

Dalam hal ini, kasus mantan Gubernur Maluku Utara adalah contoh nyata bagaimana politik transaksional terjadi. Kasus ini terindikasi adanya praktek politik balas budi dengan menjual belikan jabatan dan proyek di Pemprov Maluku Utara. Jual beli jabatan masih saja terus terjadi bahkan membawa nama harum keluarga tertinggi di republik ini. Keluarga yang seharusnya menjadi teladan pertama untuk masyarakatnya sendiri. Memang tidak ada keluarga yang sempurna, namun jika kesangkutpautan ini terbukti benar adanya bukan kecacatan ini yang kami bisa maafkan.

“Seharusnya pemimpin-pemimpin adalah cerminan-cerminan masyarakatnya. Apa jangan-jangan orang-orang yang diwakilkan memang sama busuk-busuk seperti pemimpinnya?”

Seharusnya rakyat yang salah, kenapa Ayu dan Cinta mau saja dibujuk dengan uang?

Seharusnya rakyat yang salah, memangnya kenapa kalau butuh pelumas untuk pembangunan? toh juga cuman 109,7 miliar

Seharusnya rakyat yang salah, bukankah balas budi adalah budaya kita?

Semoga dengan keterkaitan kasus ini dengan suatu golongan terpandang di republik tercinta tidak membuat keadilan tidak ditegakan sebagaimana mestinya. Publik kembali menaruh perhatian serta menilai KPK sebagai lembaga independen yang bertugas untuk memberantas korupsi.  

Post a Comment

0 Comments