Jejak Langkah Keadilan yang Tersendat pada Kasus “Anak DPR”


Potret Si Anak DPR. Foto : Tempo.co

Kasus kematian Dini Sera Afriyanti di Kota Surabaya telah mengundang perhatian publik yang luas. Putusan vonis bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur, anak dari Edward Tannur seorang mantan anggota DPR RI dari PKB. Putusan vonis yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya memicu gelombang reaksi dari berbagai kalangan. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan,
“Dimana integritas dan ketegasan sistem peradilan negara kita tercinta?”.

Vonis bebas ini dikeluarkan oleh Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik, yang menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian seorang Dini Sera Afriyanti. Keputusan ini tentu langsung mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Habiburokhman. Ia menyerukan, agar Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding atas putusan aneh tersebut, menegaskan pentingnya prinsip dolus eventualis, di mana tindakan Ronald sudah seharusnya disadari berpotensi menyebabkan hilangnya nyawa.

Kronologi, Kontroversi, dan Kegelisahan

Kronologi kejadian menunjukkan bahwa, pada 4 Oktober 2023, Dini Sera Afriyanti meninggal setelah melewatkan malam yang tragis bersama anak mantan DPR tersebut di Surabaya. Meskipun Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa Ronald dengan tuduhan berat berdasarkan Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 ayat (3) KUHP, dan menuntut hukuman penjara 12 tahun, vonis bebas tetap dijatuhkan. Bukti CCTV dan hasil visum yang menunjukkan adanya penganiayaan dan luka-luka pada tubuh korban tampaknya diabaikan oleh hakim yang menyebut bahwa tidak ada saksi langsung yang melihat peristiwa tersebut. Faktor meringankan berupa upaya Ronald membawa Dini ke rumah sakit menjadi pertimbangan dalam vonis.

Keputusan pengadilan ini telah menimbulkan kekhawatiran; seberapa jauh keadilan dapat ditegakkan? ketika bukti kuat saja tidak dipertimbangkan sepenuhnya. Kejaksaan Agung menilai bahwa keputusan ini mengabaikan bukti-bukti yang ada, sementara Kejaksaan Negeri Surabaya berencana untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, berharap hakim agung dapat menilai kasus ini dengan lebih jernih.

Menggugah Keberanian Penegak Hukum Ketika Hukum Tersandung oleh Kekuasaan

Kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam sistem peradilan Indonesia. Harapan masyarakat adalah agar pengadilan tingkat bandiing dapat memberikan putusan yang lebih adil dan bijaksana, sebagaimana layaknya. Ada desakan agar proses hukum ini menjadi pengingat bagi sistem peradilan untuk tidak hanya melihat fakta dari permukaan, tetapi menggali kebenaran yang lebih dalam.

Pihak terdakwa tentu saja menyambut baik vonis bebas ini. Kuasa hukum Ronald, Lisa Rahmat, menganggap keputusan hakim sudah adil, sedangkan Ronald sendiri merasa bahwa putusan tersebut membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.

Namun, di tengah euphoria ini ada pertanyaan yang lebih besar tentang keadilan yang sesungguhnya.

“Apakah setiap individu mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum, atau adakah pengaruh kekuasaan dan nama besar yang bermain di balik layar?”

Ini adalah momen bagi kita semua untuk merenung dan bertanya,

“Apakah sistem peradilan kita telah menjalankan tugasnya dengan baik, atau ada jejak langkah keadilan yang tersendat di tengah jalan?”

Kalau seorang nenek tua di Lampung yang telah mencuri singkong saja dituntut 2,5 tahun penjara, seharusnya seorang anak mantan DPR dapat divonis penjara lebih lama karena telah merenggut nyawa seseorang. Dalam hal ini meninmbulkan pertanyaan

“Apakah prinsip imparsialitas benar-benar diterapkan dalam setiap pusat pengadilan? sebab, namanya hukum tidak mengenal kata ‘siapa’. Atau justru siapa punya modal, ia takkan masuk bui?”

Publik berharap agar banding yang diajukan dapat memberikan keadilan bagi keluarga korban, dan menjadi pengingat bahwa tidak ada yang kebal hukum. Setiap langkah dalam sistem peradilan harus dilakukan dengan integritas dan dedikasi penuh untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini adalah ujian nyata bagi sistem hukum kita, dan harapannya, keadilan tidak akan tersendat lagi di masa depan.

 

Doa yang baik,

Doa yang nyata,

Kita kirim untuk keadilan di negeri ini.

 

Post a Comment

0 Comments