Penulis: Listiawan Dikda
Dampak Teknologi: Kita Jadi Sering Melewatkan Hal-hal Penting. Ilustrasi: Mardiana
Jika berbicara mengenai teknologi sebelum 2000-an, bayangan saya atau mungkin Anda semua yang sedang membaca tulisan ini adalah hitam putih. Dunia yang dijalani tanpa warna, sebab teknologi-teknologi pada masa tersebut belum berkembang pesat seperti sekarang.
Sebut saja di tahun
90-an, tahun-tahun terakhir dimana teknologi
mulai berkembang pesat. Tidak
ada penujuk arah saat anda tersesat, tidak ada penyedia lagu terbaik seperti Spotify dan tidak ada keluaran video
terbaru di Youtube.
Semuanya
berjalan secara manual,
meski telepon genggam sudah ditemukan,
tetapi aksesnya terbatas untuk sekedar menelepon dan berbalas pesan. Itupun dengan
harga
yang masih relatif mahal sehingga tidak semua orang bisa
membelinya.
Pada rentan waktu itu, penerangan seperti lampu pun sulit ditemukan. Ketika malam hari mereka masih menggunakan penerangan dari api kecil yang dibuat dari sumbu. Masa–masa itu memang nampak suram, namun dilain sisi juga nampak mengasyikkan.
Orang-orang yang
pernah hidup di masa itu merasakan bagaimana “seharusnya“ menjadi manusia tanpa
label kekinian, modern atau hits. Orang-orang itu mampu memberi sajian terbaik
dari sebuah proses, tanpa merendahkan kehidupan di masa sekarang.
Katakan saja perihal “Menunggu“, dulu jika ingin bertukar kabar ke orang yang jaraknya jauh harus menggunakan surat pos. Hal ini membuat Kantor Pos jadi tempat yang tak pernah sepi pada masanya. Umumnya, surat akan terkirim dalam rentan waktu 3 minggu dan untuk mendapat balasannya Anda juga harus menunggu dalam waktu yang sama.
Bayangkan saja, hanya sekali berbalas pesan kita
harus menunggu hampir 1 bulan lamanya. Meski begitu, orang-orang dulu
sangat menikmati proses menunggu
surat balasan itu. Tiap hari rutin mengecek
kotak surat dan jika suratnya tiba,
mereka akan tersenyum
bahagia seperti Cinta ketemu Rangga.
Berbeda dengan sekarang, orang-orang sudah dimudahkan untuk saling berbalas pesan. Hal ini tentu menghilangkan proses menunggu yang dinimkati oleh orang dulu. Hari ini kita sudah dimudahkan dengan media sosial yang sebelumnya belum pernah kita bayangkan seperti Line, Whatsapp, dan lain sebagainya.
Mungkin Anda
pernah kesal saat Whatsapp Anda tidak
segera dibalas, satu menit pun terasa lama. Anda
mungkin akan bete karena merasa “Menunggu” terlalu lama. Itu
semua karena dampak buruk teknologi yang menawarkan semua serba mudah dan cepat hingga melupakan hal-hal
yang seharusnya bisa dinikmati.
Itu baru soal “Menunggu”. Padahal masih banyak sekali dampak buruk dari teknologi yang tanpa sadar kita alami, contoh kecil “Gadget”. Tidak dipungkiri, saya pun butuh gadget untuk menunjang kehidupan sehari-hari, namun tetap saya gunakan sesuai porsi. Toh saya juga bukan tipe orang yang betah pantengin gadget terus.
Saat ini gadget sudah berkembang menjadi sebuah lifestyle, maka dari itu sebagian orang seperti mempunyai keharusan untuk meng-upgrade gadgetnya jika ada keluaran yang lebih mutakhir. Kebanyakan orang menggambarkan Gadget dengan kalimat “Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”.
Kalimat itu memang ada benarnya karena merujuk
pada penggunaan gadget yang tak kenal waktu,
bahkan sering dijumpai di sebuah
pertemuan orang-orang yang
justru sibuk dengan dengan
gadgetnya masing masing. Jadi
dimana letak arti sebuah pertemuan?
“Tak bisakah kita berbicara
saja, hanya berbicara seperti pada tahun 1995?”
Berkembang pesatnya teknologi membuat kebanyakan orang terbutakan dengan apa saja yang seharusnya dilakukan, dinikmati dan dirasakan. Tak ada niat mempermasalahkan, disini saya hanya sedikit resah sebab orang-orang dulu tau bagaimana cara bersikap tanpa bertanya pada Google, tau cara menghargai dengan berterima kasih dan tau cara mengasihi tanpa dipublikasi.
Sebenarnya
perkembangan teknologi menjadikan dunia menjadi lebih mudah dan cepat, hanya saja beberapa respon orang yang belum bisa beradaptasi justru menjadikannya negatif.
Tidak
ada perbincangan lagi dalam
sebuah foto, jika mereka masih sibuk bermain dengan duniannya sendiri saat
bertemu. Tidak ada hal-hal yang dilakukan
dengan ikhlas, sibuk membangun citra positif di media
tanpa mempedulikan keadaan sekitar.
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya cuma berpesan jangan membuat teknologi yang sedang berkembang pesat menjadi ajang untuk cepat-cepat melupakan, melupa makna pertemuan, melupa akan orang-orang terdekat, melupa untuk peka dan menghormati keadaan sekitar, bahkan melupa kesalahan-kesalahan kecil dalam hidup yang sebenarnya bisa kita hindari.
Pada akhirnya, satu-satunya hal
yang masih sama dalam perjalanan waktu ini adalah “Perasaan” yang tak akan bisa
dihilangkan sampai kapanpun. Walaupun
nantinya tulisan ini tak lebih sebatas
angin lalu, tentu Saya akan berterimakasih karena sudah mau kembali ke tahun 90an dalam 10 menit
ini.
0 Comments